Bukti Beriman: Memenuhi Janji, Mensyukuri Nikmat, Memelihara Lisan, Menutupi Aib Orang Lain
Bukti Beriman: Memenuhi Janji, Mensyukuri Nikmat, Memelihara Lisan, Menutupi Aib Orang Lain
CAPAIAN PEMBELAJARAN
Menganalisis cabang-cabang iman, keterkaitan antara iman, Islam dan ihsan, serta dasar-dasar, tujuan dan manfaat ilmu kalam; mempresentasikan tentang cabang-cabang iman, dasar-dasar, tujuan dan manfaat ilmu kalam; meyakini bahwa cabang-cabang iman, keterkaitan antara iman, Islam dan ihsan, serta dasar-dasar, tujuan dan manfaat ilmu kalam adalah ajaran agama; membiasakan sikap tanggung jawab, memenuhi janji, menyukuri nikmat, memelihara lisan, menutup aib orang lain, jujur, peduli sosial, ramah, konsisten, cinta damai, rasa ingin tahu dan pembelajar sepanjang hayat.
TUJUAN PEMBELAJARAN
Siswa mampu menganalisis cabang-cabang iman
Siswa mampu mempresentasikan tentang cabang-cabang iman
Siswa mampu meyakini bahwa cabang-cabang iman adalah ajaran agama
Siswa mampu membiasakan sikap tanggung jawab, memenuhi janji, menyukuri nikmat, memelihara lisan, menutup aib orang lain
KEGIATAN PEMBELAJARAN
Kisah Rasulullah ﷺ Menepati Janji
Pada masa awal kenabian di Mekah, Rasulullah ﷺ sering berinteraksi dengan masyarakat di pasar dan berbagai tempat umum. Beliau dikenal sebagai al-Amîn (yang terpercaya), sebab tidak pernah mengingkari ucapan maupun janji.
Suatu hari, Rasulullah ﷺ berjanji kepada seorang pemuda untuk bertemu di suatu tempat. Pemuda itu mengiyakan, tetapi setelah kembali ke rumah, ia terlupa. Hari pertama berlalu, pemuda itu tak kunjung datang. Hari kedua pun lewat, Rasulullah ﷺ masih berada di tempat perjanjian itu. Hingga hari ketiga, barulah pemuda itu teringat lalu bergegas menuju tempat yang dijanjikan.
Alangkah terkejutnya ia ketika mendapati Rasulullah ﷺ masih menunggunya di sana. Dengan wajah penuh kesabaran, Rasulullah ﷺ berkata:
“Wahai pemuda, engkau telah menyusahkanku. Aku telah menunggumu di sini selama tiga hari.”
(HR. Abu Dawud)
Kisah Rasulullah ﷺ Hidup Sederhana dan Bersyukur
Rasulullah ﷺ adalah pemimpin umat manusia, tetapi beliau tidak hidup berlebihan. Dalam sebuah riwayat, istri beliau, Aisyah r.a., berkata:
"Keluarga Muhammad ﷺ tidak pernah kenyang makan roti gandum selama tiga hari berturut-turut hingga beliau wafat." (HR. Bukhari dan Muslim)
Meski hidup dalam kesederhanaan, Rasulullah ﷺ selalu bersyukur. Saat diberi makanan sederhana, beliau mengucapkan: “Alhamdulillahilladzi ath’amana wa saqona…” (Segala puji bagi Allah yang telah memberi makan dan minum kepada kami).
Bahkan, ketika hanya menemukan kurma dan air, beliau tetap berkata:
“Betapa banyak orang yang tidak memiliki makanan ini, sedangkan kita masih mendapatkannya. Maka bersyukurlah kalian.”
Kisah Sahabat Abu Bakar r.a.: Bersyukur dalam Ujian
Suatu ketika, Abu Bakar r.a. mengalami kesulitan ekonomi hingga hanya sedikit makanan yang tersisa. Namun, beliau tetap bersyukur kepada Allah. Beliau berkata:
“Alhamdulillah atas nikmat iman, karena iman lebih berharga daripada harta.”
Sikap syukur Abu Bakar membuatnya selalu ringan tangan membantu orang lain, meski dalam keadaan kekurangan. Ia pernah membebaskan budak yang disiksa karena masuk Islam, dengan harta yang ia miliki. Ia yakin bahwa nikmat Allah bukan hanya harta, tetapi juga kesempatan berbuat baik.
Kisah Rasulullah ﷺ: Diam Lebih Baik daripada Bicara Buruk
Kisah Rasulullah ﷺ: Diam Lebih Baik daripada Bicara Buruk
Suatu ketika, seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah ﷺ:
“Ya Rasulullah, amalan apakah yang paling utama agar aku selamat?”
Rasulullah ﷺ menjawab:
“Peliharalah lisanmu, hendaklah rumahmu cukup bagimu (jangan sering keluar untuk perkara sia-sia), dan menangislah atas dosa-dosamu.”
(HR. Tirmidzi)
Dalam riwayat lain, Rasulullah ﷺ juga bersabda:
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau diam.” (HR. Bukhari-Muslim)
Rasulullah ﷺ benar-benar menjaga lisannya. Beliau tidak pernah mencela makanan, tidak pernah mengucapkan kata-kata kotor, dan selalu berbicara dengan lembut. Bahkan, ketika dihina oleh orang-orang Quraisy, beliau memilih untuk mendoakan, bukan membalas dengan caci maki.
Kisah Umar bin Khattab r.a.: Tegas Menjaga Ucapan
Umar bin Khattab r.a. terkenal tegas dalam menjaga lisannya. Ia pernah berkata:
“Barangsiapa banyak bicara, maka banyak salahnya. Barangsiapa banyak salahnya, maka berkuranglah kehormatannya. Dan barangsiapa kurang kehormatannya, maka sedikitlah rasa takutnya kepada Allah.”
Umar selalu mengingatkan sahabat lain agar tidak terbiasa bergunjing atau membicarakan aib orang. Ia tahu bahwa lisan yang tidak dijaga akan menyeret seseorang ke dalam dosa besar.
Kisah Rasulullah ﷺ Menutupi Aib Seorang Sahabat
Suatu malam di Madinah, datang seorang sahabat kepada Rasulullah ﷺ dalam keadaan gemetar dan penuh rasa bersalah. Ia berkata:
"Ya Rasulullah, aku telah melakukan dosa besar. Aku malu pada Allah dan aku takut azab-Nya. Hukumlah aku."
Rasulullah ﷺ menatapnya dengan penuh kasih sayang, lalu bersabda:
“Apakah engkau sudah melaksanakan shalat malam ini bersama kami?”
Sahabat itu menjawab: “Iya, wahai Rasulullah.”
Maka Rasulullah ﷺ berkata:
“Sesungguhnya Allah telah mengampuni dosa orang yang melaksanakan shalat bersama kami, lalu ia bertaubat dengan sungguh-sungguh.”
Beliau tidak menanyakan secara rinci dosanya, tidak pula menyebarkannya kepada sahabat lain. Rasulullah ﷺ justru menutupi aibnya dan mengarahkannya kepada taubat. Beliau ingin mengajarkan bahwa menutupi aib orang lain adalah bagian dari rahmat Allah.
Kisah Umar bin Khattab r.a.: Menutup Aib Seorang Pemuda
Pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab r.a., pernah datang seorang pemuda yang tertangkap melakukan kesalahan. Orang-orang ingin segera menghukumnya dan mengumumkan aibnya di hadapan masyarakat.
Namun Umar berkata:
“Tutuplah aib saudaramu ini! Bertobatlah engkau kepada Allah. Jangan ulangi lagi perbuatan itu. Demi Allah, jika engkau bertaubat dengan sungguh-sungguh, Allah akan menutupi aibmu di dunia dan akhirat.”
Pemuda itu menangis tersedu-sedu, lalu bertaubat dengan sepenuh hati. Umar tidak membiarkan masyarakat mempermalukan orang itu, karena ia tahu membuka aib hanya akan membuat manusia jauh dari rahmat Allah.
Dari kisah-kisag di atas, isi refleksi awal berikut ini